“SYURA VS DEMOKRASI”
(ANALISIS AYAT-AYAT
PENDIDIKAN DAN KEBAHASAAN)
Dr. Ibnu Rawandhy N. Hula,
S.S.MA
(Pentingnya Bermusyawarah )
Abstrak
Syura dan demokrasi adalah dua kata yang sering diperdebatkan. Ada golongan yang menolak mentah-mentah demokrasi karena di anggap asing dengan islam. Sebagian lagi berpendapat bahwa demokrasi adalah cerminansistem syura yang diajarkan dalam islam dan demokrasi sesuai dengan islam. Bahkan ada yang lebih jauh menganggap islam itu demokrasi itu sendiri. Artikel ini berupaya melihat beberapa poin penting di dalam bermusyawarah.
Kata kunci : syura, demokrasi, politik islam
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................. 1
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 2
JUDUL DAN ABSTRAK......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Ayat Dan Terjemahan.................................................................. 4
B. Munasabah................................................................................... 4
C. Hadis-Hadis Terkait..................................................................... 8
BAB II PEMBAHASAN
A.
Analisis Kebahasaan..................................................................... 9
B.
Analisis Pendidikan.................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................. 13
B.
Skematik..................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................. 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Ayat
Dan Terjemahan
Di
antara ajaran islam yang asasi dalam hidup bermasyarakat dan bernegara adalah
syura (musyawarah). Beberapa, sekelompok
atau sejumlah orang dalam hidup bersama mutlak perlu menegakkan musyawarah
dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah bersama.Makin besar kelompok
itu makin besar perlunya ditegakkan musyawarah.Ia merupakan sendi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang digunakan sebagai prinsip, dan termasuk
syariat. Artinya, termasuk ketentuan Allah yang harus ditegakkan di muka
bumi.Meninggalkan musyawarah bearti meninggalkan salah satu segi syariat.
Mengenai
cara bermusyawarah, lembaga permusyawaratan yang perlu dibentuk, cara pengambilan
keputusan, cara pelaksanaan putusan musyawarah, dan aspek-aspek tatalaksana lainnya
diserahkan kepada kelompok manusia bersangkutan untuk mengaturnya. Jadi,
sebagai prinsip, musyawarah adalah syariat.Pemahamannya adalah termasuk bidang
fikih, dan pengaturannya termasuk siyasah syar’iyah.[i]
Ajaran
islam tentang musyawarah, sebagai prinsip, berdasar astas sumber dari ajaran
islam yakni Al-Quran. Musyawarah dalam Al-Quran dijelaskan dalam QS.
Asy-Syuraa: 38
tûïÏ%©!$#ur(#qç/$yftGó™$#öNÍkÍh5tÏ9(#qãB$s%r&urno4qn=¢Á9$#öNèdãøBr&ur3“u‘qä©öNæhuZ÷t/$£JÏBuröNßg»uZø%y—u‘tbqà)ÏÿZãƒÇÌÑÈ
38. dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka. (Asy-Syuura 38)
Pada
ayat tersebut Allah menetapkan beberapa sikap dan perbuatan baik, yaitu
mengindahkan ketentuan Allah, seperti mengesakan dan mengimani-Nya, menegakkan
shalat, bermusyawarah, dan menafkahkan harta. Ayat ini berisi kewajiban
bermusyawarah tentang masalah keduniaan
B.
Munasabah
a.
Pengertian
Syura
Dalam
arti bahasa (etimologi) lafadz Asy-Syuraa dan Al-musyawarah serta al-Masyurah,
merupakan bentuk masdar dari fi’il (kata kerja) syawara. Bila seorang
mengatakan:
Aku
mengajaknya bermusyawarah dalam suatu urusan; maksudnya aku minta pendapatnya
dan aku meminta agar ia sudi mengeluarkan sesuatu yang dimilikinya kemudian aku
menampakkannya (sesuatu itu).
“Bermusyawarahlah
di dalam system demokrasi berarti pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh
kepala Negara bersama dengan wakil-wakilnya sekitar penyusunan pemerintahan dan
pembagian wewenang kementrian”
Dalam
hal istilah (terminologi) dapat dikemukakan contoh rumusan Syura atau
musyawarah seperti dikutip oleh Dr. Abdul hamid Ismail al-Anshari dan ta’rif
al-Ustadz Abd.ar-Rahman, Abd. Al-Khaliq sebagai berikut.
“Urun
pendapat para ahli dalam musyawarah untuk mencapai sedekat-dekatnya kepada
kebenaran dalam segala masalah”.
Syura
dengan rumusan tersebut menurut Abdul Hamid Ismail al-Anshari lebih menunjuk
kepada syura dalam masalah “al-Fanniyah” (ilmu pengetahuan / kesenian). Adapun
syura dalam urusan umum masyarakat ia rumuskan sebagai berikut.
“Urun
pendapat umat/rakyat atau wakil-wakil rakyat dalam urusan-urusan umum yang
berkaitan dengan umat/rakyat”.
Dari
arti bahasa dan rumusan istilah seperti di uraikan di atas dapat ditarik
beberapa pengertian.Syura (musyawarah) berarti urun pendapat dari orang banyak;
seluruh atau melalui wakil-wakilnya. Pendapat-pendapat atau pandangan itu
dikemukakan dengan jelas, yang berarti perlu didasari pengetahuan tentang hal
yang dimusyawarahkan dan mampu mengemukakannya dengan baik disertai alas
an-a;asan yang tepat. Dalam hal Negara, musyawarah itu adalah musyawarah dalam
urusan-urusan umum masyarakat.Musyawarah itu ditujukan untuk mencapai
kebenaran.[ii]
b. Pentingnya Syura
Syura
dalam kehidupan masyarakat sangat penting.Dr. Abdul Hamid Ismail al-Anshari
dalam bukunya “Al-Syura wa asuraha fii al-Dimukratiyah” mengutip dan
mengemukakan arti pentingnya syura yang dapat disaripatikan sebagai
berikut.Syura bagi manusia dapat mewujudkan kesatuan bangsa, melatih kegiatan
otak dlam berpikir dan sebagai jalan menuju kepada kebenaran yang mengandung
kebaikan serta keberkatan.Syura merupakan “keutamaan yang manusiawi”.Ia
merupakan jalan lurus untuk mengetahui dan mengungkapkan pendapat-pendapat
dengan tujuan mencapai kebenaran yang sesungguhnya serta kejelasan tiap
permasalahan.
Musyawarah
melatih dan mengasah akal manusia. Otak manusia ibarat lampu-lampu yang apabila
cahayanya dikumpulkan satu dengan yang lainnya, akan menambah terangnya suatu ruangan. Islam menghormati eksistensi akal
dalam kehidupan manusia sejalan dengan penghormatan tinggi yang diberikan Allah
SWT.Kepada manusia, berupa pengertian akal.
Esensi
syura menunjukan realita persamaan kedudukan atau derajat manusia, kebebasan
berpendapat dan hak kritik serta pengakuan terhadap hak asasi.
Dengan
syura dapat di temukan cara mempersatukan manusia, mempersatukan
golongan-golongan dengan berbagai atribut di tengah-tengah bergejolaknya
problema-problema umum, dan dengan syura pula dikembangkantukar pikiran dan
diskusi.[iii]
Musyawarah
menghindarkan penguasa dari sikap dan perbuatan semena-mena dan menjauhkannya
dari kecenderungan menjadi “thagut” (pelanggar batas).Allah mengingatkan dalam
QS. Al-Alaq ayat 6
Hxx.¨bÎ)z`»|¡SM}$##ÓxöôÜuŠs9ÇÏÈ
6. Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
Penjelasan tentang pentingnya syura juga telah
dijelaskan dalam QS. Ali-Imran ayt 159
$yJÎ6sù7pyJômu‘z`ÏiB«!$#|MZÏ9öNßgs9(öqs9ur|MYä.$ˆàsùxá‹Î=xîÉ=ù=s)ø9$#(#q‘ÒxÿR]wô`ÏBy7Ï9öqym(ß#ôã$$sùöNåk÷]tãöÏÿøótGó™$#uröNçlm;öNèdö‘Ír$x©ur’ÎûÍöDF{$#(#sŒÎ*sù|MøBz•tãö@©.uqtGsù’n?tã«!$#4¨bÎ)©!$#=Ïtä†tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#ÇÊÎÒÈ
159.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu.karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246].
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal
duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan
lain-lainnya.
Surat Ali-Imran
yang diturunkan di Madinah.Aayat ini berisi akhlak dan beberapa sifat terpuji
yang dimilikki Nabi Muhammad SAW., dan perintah bermusyawarah, khususnya dalam
urusan peperangan dan umumnya dalam hal-hal duniawiah lainnya, seperti urusan
politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lain. Nabi Muhammad SAW. Sering
bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya dalam banyak hal.Sifat dan sikap
terpuji yang disuruh Allah pada ayat ini ialah lemah lembut, member maaf,
memohonkan ampunan, bermusyawarah, dan tawakkal. Sikap yang ia cela adalah
berhati kasar.
c. Demokrasi Islam
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani
yang terdiri dari dua kata, yaitu ‘demos’ yang berarti rakyat dan ‘kratos’ yang
berarti pemerintahan. Menurut Taopan demokrasi dalam pengertian sempit berarti
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, atau pemerintahan oleh mereka yang
diperintah.Sedang dalam pengertian luas berarti suatu pemerintahan yang
mengikutsertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam keputusan yang
diambil oleh mereka yang diberikan wewenang, dalam hal ini wakil rakyat.[iv]
Posisi Islam di depan sistem
pemerintahan demokrasi diredusir menjadi sekedarapakah nilai-nilai Islam itu
sesuai atau tidak dengan demokrasi Barat. Dikalangan Islam menegaskan bahwa
Islam sudah pasti demokratis dan menghargai pluralisme.Syarqawi Dhofir
memandang bahwa unsur demokrasi yang sangat substansial adalah pengakuan
terhadap adanya persamaan dan kebersamaan hak setiap individu. Sungguhpun
Rasulullah saw tidak pernah memperkenalkan istilah demokrasi, namun
substansinya telah diproklamirkan dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan telah
beliau praktekan dalam kehidupan sehari-hari yang diekspresikan Rasulullah saw
diistilahkan Syarqawi Dhafir sebagai “Demokrasi Harian”. Contoh sunnah
Rasulullah tentang demokrasi yaitu kisah beliau dengan Abu Hurairah. Pada suatu
hari keduanya masuk pasar bersama untuk membeli pakaian.Mengetahui Rasulullah
yang datang, pembeli secara refleks melompat dan menarik tangan beliau untuk
menciumnya. Namun dengan segera pula Rasulullah saw menarik tangannya dan
berkata “itu perbuatan yang biasa dilakukan orang asing kepada rajanya. Saya
bukan raja tetapi manusia biasa seperti kamu”. Lalu Rasulullah saw mengambil
barang yang sudah dibelinya. Abu Hurairah bermaksud membawakannya namun beliau
mencegahnya seraya berkata: “pemilik barang ini lebih berhak untuk membawanya
sendiri”.
Contoh di atas menurut Syarqawi Dhofir
menggambarkan besarnya perhatian Rasulullah saw terhadap persamaan hak dan
kebersamaan, sampai kepada hal-hal yang sangat sederhana pun tak lepas dari perhatiannya.
Di masyarakat,“demokrasi harian” semacam ini sudah jarang terlihat, termasuk
para penganjur tegaknya demokrasi.[v]
C. Hadis-Hadis Terkait
Banyak hadist nabi yang menjadi dasar
menunjukkan pentingnya bermusyawarah yang berkaitan dengan musyawarah itu.Ada
hadis qauli (ucapan), ada hadis amali(praktek), ada pula hadis qauli dan amali
sekaligus. Di antara hadis dimaksud adalah:
Rasulullah berkata kepada Abu Bakar dan
Umar:
لَوِ اجْتَمَعْتُمَا
فِى مَشُوْ رَ ثٍ مَا اخْثَلَفْثُكُمَا
Artinya: “Apabila kalian
berdua sepakat dalam musyawarah, maka aku tidak akan menyalahi kalian berdua”. (HR. Imam Ahmad)
Rasulullah saw bersabda:
إِذَا اسْتَشَا رَ أَ حَدُ كُمْ أَ خَا هُ فَلْيُسْر
عَلَيْهِ
Artinya: “Apabila seorang kamu meminta bermusyawarah dengan
saudaranya, maka penuhilah”. (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah saw bersabda:
ثَشَا وَرُوا الْفُقَهَا ء وَالْعَا بِدِ يْنَ وَلآ
تَجْعَلُوْ نَهُ بِرَأَيِ خَا صَّهٍ
Artinya:
“Bermusyawarahlah kalian dengan para ahli (fiqih) dan ahli ibadah dan janganlah
hanya mengandalkan pendapat otak saja”. (HR. Ath-Thabari)
Dari Ali ra.Ia berkata kepada Rasulullah SAW.:
يَا رَسُوْلَ الله اَلْأَ مْرُ يَنْزِلُ بِنَا لَمْ
يَنْزِلْ فِيْهِ الْقُرْاَنُ وَلَمْ تَمْضِ فِيْهِ سُنَّثُ
“Wahai Rasulullah akan datang kepada kami
sepeninggalmu nanti rentetan permasalahan yang tidak terdapat penyelesaiannya
baik dari Al-Qur’an maupun sunnahmu”.
Jawab Rasul:
اِجْمَعُوا لَهُ الْعَا لَمِيْنَ مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ فَا جْعَلُو هُ شُوْرَى بَيْنَكُمْ
“Kumpulkanlah
para hamba (yang mukmin) dari ummatku lalu bermusyawarahlah diantara kalian,
dan jangan kalian putuskan suatu perkara berdasarkan satu pendapat
saja”.(Ditakhrij al-khatib dalam riwayat Malik).
Dari Abu Hurairahia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Jika
para pemimpin kalian adalah orang yang terbaik diantara kalian dan orang-orang
kaya adalah dermawan serta segala urusan kalian diselesaikan berdasarkan syura
diantara kalian, maka permukaan bumi lebih baik bagi kalian dari pada isinya.
Dan apabila para pemimpin kalian adalah orang-orang yang paling jahat diantara
kalian, dan para konglomeratnya adalah orang-orang yang paling pelit diantara
kalian, sedang segala urusan mereka diserahkan (bulat-bulat) kepada para
wanitanya maka isi bumi lebih baik bagi kalian dari pada permukaannya”. (HR. Tirmidzi).
Selain landasan musyawarah berupa
ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi, ada dasar lain sebagai cabang dari kedua dasar
tersebut, yaitu ijma’ atau konsensus umat. Konsensus umat pertama umat islam
setelah nabi Muhammad SAW wafat adalah Konsensus pengangkatan Abu Bakar
As-Shiddiq sebagai khalifah atau kepala Negara.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Analisis Bahasa
QS.
As-Syuraa Ayat 38
tûïÏ%©!$#ur(#qç/$yftGó™$#öNÍkÍh5tÏ9(#qãB$s%r&urno4qn=¢Á9$#öNèdãøBr&ur3“u‘qä©öNæhuZ÷t/$£JÏBuröNßg»uZø%y—u‘tbqà)ÏÿZãƒÇÌÑÈ
Lafadz
|
Arti
|
وَالَّذِينَ
|
Dan orang-orang yang
|
اسْتَجَابُوا
|
Mematuhi seruan
|
لِرَبِّهِمْ
|
Tuhan mereka
|
وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
|
Dan mereka mendirikan Shalat
|
وَأَمْرُهُمْ
|
Dan urusan mereka
|
شُورَى
|
Musyawarah
|
بَيْنَهُمْ
|
Di antara mereka
|
وَمِمَّا
|
Dan dari apa
|
رَزَقْنَاهُمْ
|
Yang kami berikan kepada mereka
|
يُنْفِقُونَ
|
Mereka menafkahkan
|
{وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ}
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya”.
Maksudnya: Yakni mereka mengikuti
rasul-rasul Allah dan taat kepada perintah-perintah-Nya serta menjauhi
larangan-larangan-Nya.
{وَأَقَامُوا الصَّلاةَ}
“dan mendirikan salat”.
Maksudnya: Salat adalah ibadah yang
paling besar.
{وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ}
“sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
antara mereka”.
Artinya, mereka tidak pernah
memutuskan sesuatu urusan melainkan terlebih dahulu mereka musyawarahkannya di
antara sesamanya agar masing-masing dari mereka mengemukakan pendapatnya.
Seperti dalam menghadapi urusan perang dan lain sebagainya yang penting. Karena
itulah Rasulullah Saw.selalu bermusyawarah dengan para sahabat saat menghadapi
peperangan dan urusan penting lainnya, sehingga dengan demikian hati mereka
merasa senang dan lega.
Hal yang sama telah dilakukan oleh
Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. saat menjelang ajalnya karena tertusuk, ia
menjadikan urusan kekhalifahan sesudahnya agar dimusyawarahkan di antara sesama
mereka untuk memilih salah seorang dari enam orang berikut, yaitu Usman, Ali,
Talhah, Az-Zubair, Sa'd, dan Abdur Rahman ibnu Auf; semoga Allah melimpahkan
rida-Nya kepada mereka. Maka akhirnya pendapat semua sahabat sepakat menunjuk
sahabat Usman ibnu Affan r.a. sebagai khalifah sesudah Umar r.a.
{وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ}
“dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.
Yang demikian itu terealisasi dengan
berbuat kebaikan kepada makhluk Allah yang paling dekat dengan mereka dari
kalangan keluarga mereka, lalu berikutnya adalah orang-orang yang dekat dengan
mereka.
B.
Analisis Pendidikan
Dalam surat Al-Syura (42): 38, Allah
menyatakan bahwa orang mukmin akan mendapat ganjaran yang lebih baik dan kekal
di sisi Allah. Adapun yang dimaksud dengan orang-orang mukmin itu adalah:
Orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan mereka, melaksanakan shalat
(dengan sempurna), serta urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antar
mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka. Ayat ketiga ini turun sebagai pujian kepada kelompok Muslim
Madinah (Anshar) yang bersedia membela Nabi Saw.dan menyepakati hal tersebut
melalui musyawarah yang mereka laksanakan di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Namun
demikian, ayat ini juga berlaku umum, mencakup setiap kelompok yang melakukan
musyawarah. Dari ketiga ayat di atas saja, maka sepintas dapat diduga
bahwa Al-Quran tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap persoalan
musyawarah. Namun dugaan tersebut akan sirna, jika menyadari cara Al-Quran
memberi petunjuk serta menggali lebih jauh kandungan ayat-ayat tersebut.
Kandungan Qs Asy-Syuura : 38
Ø
Perintah kepada setiap
muslim untuk bertakwa kepada Allah.
Ø
Perintah Allah kepada
setiap muslim untuk mendirikan Shalat.
Ø
Menggunakan jalur musyawarah untuk mufakat dalam
menyelesaikan setiap perkara.
Ø
Menafkahkan sebagian rizki kita kepada orang-orang
yang tidak mampu.
Pendapat
Para Mufassir:
Dalam Tafsir Al-Misbah: Setelah ayat yang lalu
menguraikan hal-hal yang selalu dihindari oleh orang-orang yang wajar
memperoleh kenikmatan abadi, ayat-ayat diatas mengemukakan apa yang selalu
menghiasi diri mereka. Ayat diatas bagaikan menyatakan: dan kenikmatan abadi
itu disiapkan juga bagi orang-orang yang benar-benar memenuhi seruan Tuhan
mereka dan mereka melaksanakan sholat secara bersinambung dan sempurna, yakni
sesuai rukun serta syaratnya juga dengan khusyuk kepada Allah, dan semua urusan
yang berkaitan dengan masyarakat mereka adalah musyawarah antara mereka yakni
mereka memutuskannya melalui musyawarah, tidak ada diantara mereka yang
bersifat otoriter dengan memaksakan pendapatnya dan disamping itu mereka juga
dari sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka baik harta maupun
selainnya, mereka senantiasa menafkahkan secara tulus serta bersinambung baik
nafkah wajib maupun sunnah.
Huruf syin dan ta’ pada istajabu
berfungsi menguatkan istijabah atau penerimaan itu yakni penerimaan yang
sangat tulus, tidak disertai dengan sedikit keraguan atau kebencian. Sementara
ulama memahaminya dalam arti penerimaan yang bersifat khusus, sebagaimana
dilakukan oleh tokoh-tokoh al-Anshar di Madinah ketika mereka menyambut para
Muhajirin dari Mekkah. Huruf lam pada kata lirabbihim berfungsi
menguatkan penerimaan seruan itu, karena itu penulis menjelaskannya dalam arti
“benar-benar memenuhi seruan Tuhan mereka”.
Kata Syuraa terambil dari kata syaur.
Kata Syuraa bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik
dengan memperhadapkan satu pendapat dengan pendapat lain. Kata ini terambil
dari kalimat Syirtu al-‘asal yang bermakna saya mengeluarkan madu (dari
wadahnya). Itu berarti mempersamakan pendapat yang terbaik dengan madu, dan
bermusyawarah adalah upaya meraih madu itu dimanapun dia ditemukan, atau dengan
kata lain, pendapat siapapun yang dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa
yang menyampaikannya. Untuk jelasnya rujuklah pada surah Ali-Imran ayat 159.
Kata amruhum atau urusan mereka
menunjukan bahwa yang mereka musyawarahkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan
urusan mereka serta yang berada dalam wewenang mereka. Karena itu masalah
ibadah atau mahdhab atau /murni yang sepenuhnya berada dalam wewenang
Allah tidaklah termasuk hal-hal yang dapat dimusyawarahkan. Di sisi lain,
mereka yang tidak berwenang dalam urusan dimaksud, tidaklah perlu terlibat
dalam musyawarah itu kecuali, jika diajak oleh yang berwenang karena boleh jadi
yang mereka musyawarahkan adalah persoalan rahasia antar mereka.
Al-Quran tidak menjelaskan bagaimana bentuk syuraa
yang dianjurkannya. Ini untuk memberi kesempatan kepada setiap masyarakat
menyusun bentuk syuraa yang mereka inginkan sesuai dengan perkembangan
dan ciri masyarakat masing-masing. Perlu diingat bahwa ayat ini turun pada
perioade dimana belum lagi terbentuk masyarakat Islam yang memiliki kekuasaan
politik, atau dengan kata lain sebelum terbentuknya negara Madinah dibawah
pimpinan Rasulullah. Turunnya ayat yang menguraikan syuraa pada periode
Mekah, menunjukan bahwa bermusyawarah adalah anjuran Al-Quran dalam segala
waktu dan berbagai persoalan yang belum ditemukan petunjuk Allah di dalamnya.
Firmannya wamimma rojaknahum yunfikun,
mengisyaratkan bahwa kaum yang beriman itu bekerja dan berkarya sebaik mungkin
sehingga dapat memperoleh hasil yang melebihi kebutuhan jangka pendek dan
menengah mereka sehingga dapat membantu orang lain.
Sementara ulama menggaris bawahi, kendati
semua yang ada dalam genggaman tangan seseorang dia nafkahkan untuk siapapun,
pada hakikatnya ia juga masih baru memberi sebagian dari rezeki yang di
anugerahkan Allah kepadanya. Betapa tidak, bukankah masih banyak rezeki lainnya
yang diperoleh misalnya rezeki kehidupan, udara segar dan pemandangan yang
indah dan lain sebagainya, yang tidak luput sesaat pun dari manusia.[vi]
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa:
Allah swt berfirman menyepelekan kehidupan duniawi, bahwa sanya apa yang
didapat manusia di dunia ini berupa harta kekayaan, kesenangan dan kemakmuran
semuanya itu adalah kenikmatan sementara yang sewaktu-waktu dapat sirna dan
lenyap serta berganti dengan kesengsaraan, kemiskinan dan kesusahan. Tetapi
kenikmatan yang tersedian di sisi Allah dalam kehidupan di akhirat itulah
kenikmatan yang abadi dan kekal yang diperoleh sebagai pahala dan balasan Allah
kepada hamba-hambanya yang beriman, mengerjakan amal yang shaleh dan bertawakal
hanya kepada Tuhannya, menjauhi dosa-dosa dan meksiat yang besar, mematuhi
perintah-perintah agama dan sunnah Rasul Allah, mendirikan sholat, melakukan
musyawarah dalam segala urusan yang menyangkut kepentingan orang banyak,
menafkahkan zakat, berhati rahmat dan penuh kasih sayang dan bila marah ia
segera memberi ampun dan apabila diperlakukan sewenang-wenang dan dizholimi,
tidaklah menyerah melainkan membela diri mempertahankan hak dan kebenaran.
Mereka itulah orang orang yang memperoleh kehidipan di akhirat dengan bahagia,
kekal dan abadi disisi Tuhan pada hari kiamat.[vii]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
seluruh uraian di atas, jelaslah bahwa syura tidak identik dengan
demokrasi. Syura bukanlah demokrasi, sebab syura adalah pengambilan pendapat,
sedang demokrasi berasal dari ide pengaturan kekuasaan berdasarkan kesepakatan
bersama.Walau mungkin tampak mirip, syura dan demokrasi mempunyai basis
ideologi yang berbeda secara diametral.
Mengenai syuraa (musyawarah), terdapat dalam
QS.Asy-Syuraa ayat 38. Ayat ini menjelaskan bahwa: Dan kenikmatan abadi itu
disiapkan juga bagi orang-orang yang benar-benar memenuhi seruan Tuhan mereka
melaksanakan shalatsecara bersinambung dan sempurna, yakni sesuai rukun serta
syaratnya juga dengan khusyu’ kepada Allah, dan semua urusan yang berkaitan
dengan masyarakat mereka adalahmusyawarah antara mereka yakni mereka
memutuskannya melalui musyawarah, tidak ada di antara mereka yang bersifat
otoriter dengan memaksakan pendapatnya; dan disamping itu mereka juga dari
sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka baik harta maupun
selainnya, mereka senantiasa nafkahkan secara tulus serta bersinambung baik
nafkah wajib maupun sunnah.
Sedangkan mengenai demokrasi, Rasulullah saw tidak
pernah memperkenalkan istilah demokrasi, namun substansinya telah
diproklamirkan dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan telah beliau praktekan
dalam kehidupan sehari-hari. Ini ditandai dengan besarnya perhatian Rasulullah
saw terhadap persamaan hak dan kebersamaan, sampai kepada hal-hal yang sangat
sederhana pun tak lepas dari perhatiannya
B.
Skematik
DAFTAR PUSTAKA
QS.
AS-SYURAA AYAT 38
|
Kata Syuraa terambil dari kata syaur.
Kata Syuraa bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang
terbaik dengan memperhadapkan satu pendapat dengan pendapat lain. Dalam ayat ini yang mereka
musyawarahkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan urusan mereka serta yang
berada dalam wewenang mereka. Karena itu masalah ibadah atau mahdhab
atau /murni yang sepenuhnya berada dalam wewenang Allah tidaklah termasuk
hal-hal yang dapat dimusyawarahkan
|
Dalam Islam, Rasulullah
saw tidak pernah memperkenalkan istilah demokrasi, namun substansinya telah
diproklamirkan dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan telah beliau
praktekan dalam kehidupan sehari-hari. Ini ditandai dengan besarnya
perhatian Rasulullah saw terhadap persamaan hak dan kebersamaan, sampai
kepada hal-hal yang sangat sederhana pun tak lepas dari perhatiannya
Allah tidaklah termasuk hal-hal yang dapat
dimusyawarahkan
|
DEMOKRASI
|
SYURA
|
DAFTAR PUSTAKA
Sukardja, Ahmad& Sudirman, Ahmad.Demokrasi Dalam Perspektif Islam.
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2005)
Shihab,
Quraish, Al-Misbah jilid 12, (Lentera Hati, 2011)
Terjemahan
Singkat Tafsir Ibnu Katsir 7. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2012)
[i]Ahmad Sukardja &
Ahmad Sudirman.Demokrasi Dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 2005). Hlm. 1
[iii]Ibid.
hlm. 7-8
[iv]Ibid.
hlm. 75
[v]Ibid.
hlm.45-46
0 komentar:
Post a Comment